Part 2
![]() |
| Pemandangan kapal dan para penumpang yang siap naik |
Perjalanan Saya berlanjut, dan akhirnya Kami tiba di Dermaga penyebrangan Panajam, Kalimantan Timur. Sebuah Dermaga khusus kapal-kapal Feri melintas membelah teluk Balik Papan. Lega rasanya bisa kembali berjalan-jalan ringan setelah hampir 17 jam duduk di dalam mobil.
Travel yang saya tumpangi lebih memilih alternatif jalan pintas menggunakan kapal feri, dari pada harus memutar lewat jalan darat yang akan memakan waktu sekitar 2 jam-an. Lagi pula biaya penyebrangan yang murah mungkin menjadi pertimbangan, selain lebih cepat sampai juga lebih irit BBM.
Saya memilih untuk naik ke Dek paling atas kapal agar bisa menghirup udara segar, sambil memanjakan mata dengan lautan limbah batu bara hitam yang terlihat sejauh mata memandang di pesisir-pesisr teluk.
| Pelabuhan Feri Panajam |
Yahh, 40 menit berlalu, kapal akhirnya bersandar dan Saya beserta penumpang lain melanjutkan perjalanan. Sesampainya di Kota Balik Papan, Saya menginap di rumah Bapa Isak. Seorang Lelaki paruh baya yang masih memiliki ikatan keluarga jauh. Saya menginap selama satu malam, karena Kapal yang Saya tumpangi akan berangkat keesokan malamnya.
Bahagia
rasanya, karena setelah duduk 18 jam perjalanan Saya bisa mandi, ganti baju,
makan dan tidur dengan punggung lurus di rumah yang nyaman. Saya dan Bapa Isak
pun bercerita ringan tentang masa lalu dan bagaimana hubungan dan ikatan
keluarga kami terjalin. Ditemani dengan sebungkus rokok Malboro dan secangkir
kopi flores asli, mengantar cerita yang menuju pada kesimpulan bahwa Bapa Isak
pun akan turut pulang ke kampung bersama Saya.
Saya
bertanya mengapa Beliau ingin ikut dan pulang ke kampung, ehh ternyata Beliau
memang sudah berkenginan untuk pulang, namun karena belum menemukan waktu yang
tepat, maka niat Beliau untuk pulang sementara masing terhalang. Namun,
sayangnya Beliau belum memiliki tiket dan terpaksa menghubungi seorang saudara
yang bekerja di bagian layanan tiket kapal.
Dengan
bermodalkan tiket gelap dengan harga yang sedikit lebih mahal, maka keesokan
malamnya Kami dengan niat yang mantap, memulai dan melanjutkan perjalanan
menuju Pelabuhan Semayang, Balik Papan. Begitu sampai, terlihat kepadatan mobil
dan orang-orang yang begitu banyak, padahal Kami berangkat 2 jam lebih awal
sebelum jadwal check-in.
karena lalu
lintas jalanan yang begitu padat, Kami terpaksa turun dari taxi dan berjalan sejauh 500 meter untuk
masuk ke area Pelabuhan. Suasana berdesak-desakan antara orang-orang begitu
hebat, sehingga membuat saya hampir tidak bisa bernapas karena jarak berdiri
yang sangat dekat.
Setelah
selesai check-in, kami menunggu sekitar 30 menitan karena kapal yang datang
harus menurunkan para penumpang dan muatan barang. Dengan koper disamping
bangku sambil menahan kantuk karena capek menunggu. Akhirnya terdengar
pengumuman dari pengeras suara bahwa penumpang dengan tujuan berikutnya
dipersilahkan masuk.
Desak-desakan
antar Saya dan ribuan orang menuju pintu masuk lorong kapal pun tak terelakan,
sampai Saya dan Bapak Isak pun akhirnya terpisah. Namun, kami bisa bertemu
kembali di Dek pertama dekat pintu utama kapal. Kami kemudian naik menuju Dek 4,
mencari pusat informasi, untuk menanyakan letak room kami.
Ternyata, tiket Saya dan Bapa Isak berbeda. Tiket Saya full service (lengkap ruang tidur +
makan gratis) sedangkan tiket Bapak Isak tidak mendapat kamar. Jadi, kami
memutuskan agar barang-barang bawaan Beliau dititipkan ke room Saya.
Kami
bergantian istirahat di room Saya, sembari saya mengawasi dari luar,
kadang-kadang petugas kapal melakukan pemeriksaan tiket dadakan. Apesnya jika
ketahuan menampung penumpang yang tidak punya tiket room, akan didenda dengan
nominal yang lumayan besar. Waduhh, bisa meleot isi dompet saya, sementara
perjalan masih jauh. Hahaha
Kapal ini memiliki kapasitas tampung yang lumayan besar hingga ribuan orang. Di dalamnya terdapat fasilitas hiburan, kamar mandi, restoran dan cafĂ© yang terbilang lumayan lah untuk menghilangkan rasa jenuh selama berada di atas kapal. Dengan rute persinggahan kapal Balikpapan – Parepare – Makassar – Baubau – Maumere – Larantuka. Penumpang dengan rute perjalanan paling akhir seperti Saya mungkin akan merasa cepat jenuh bila tidak ada fasilitas-fasilitas ini.
![]() |
Jika kita
beruntung kita akan disuguhi pemandangan sunset yang begitu indah, biasanya
Saya dan Bapak Isak akan membeli dua gelas kopi hitam sambil nyeruput
memandangi keindahan Tuhan ini.
Yahh, pada
akhirnya meskipun perjalanan Saya memakan waktu yang cukup lama, badan yang
selalu saja encok dan terkadang harus berhemat demi bisa sampai ke tujuan.
Semua itu terbayar lunas ketika sampai di pulau leluhur Saya (Pulau Adonara),
dan melepas rindu dengan orang-orang tercinta.


